Batik Kita, Pabrik Mereka: Ironi Batik Impor dari China

Batik adalah identitas budaya Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda. Namun, belakangan ini pasar dalam negeri justru dibanjiri batik impor asal China—kebanyakan berupa batik printing murah. Lebih memprihatinkan lagi, banyak masyarakat kita yang tanpa sadar membeli produk ini karena harganya murah dan tampilannya menarik, padahal secara tradisi dan teknik, itu bukan batik asli.

Fenomena ini menimbulkan dilema. Di satu sisi, konsumen ingin harga terjangkau. Di sisi lain, perajin batik lokal di Pekalongan, Solo, atau Cirebon makin tertekan. Mereka kalah bersaing bukan karena kualitas, tapi karena biaya produksi batik tulis dan cap jelas lebih tinggi dibanding batik printing pabrik.

Opini saya, masalah ini bukan sekadar soal ekonomi, tapi juga kebanggaan bangsa. Kalau kita sendiri lebih memilih batik printing impor daripada mendukung perajin lokal, lama-lama batik tulis dan cap bisa tinggal cerita. Pemerintah perlu tegas memberi label yang jelas antara batik asli dan printing, tapi kesadaran konsumen juga kunci.

Di era serba murah ini, pertanyaan besar muncul: apakah kita hanya bangga pada batik di upacara, tapi sehari-hari pakai “batik” buatan pabrik luar negeri?

Sumber:

https://www.liputan6.com/bisnis/read/6117044/awas-tertipu-banyak-produk-batik-impor-ternyata-tak-masuk-kategori-batik

https://voi.id/ekonomi/499695/batik-impor-banyak-ditemukan-di-pasar-domestik-kemenperin-bilang-begini

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-8032610/batik-impor-masih-banyak-di-ri-kemenperin-sampaikan-hal-ini

https://www.cnbcindonesia.com/news/20250728185944-4-652946/gerahnya-kemenperin-ucap-gini-soal-kain-printing-china-motif-batik