Batik Banten: Kisah Motif Penuh Tradisi

Batik Banten. Banten merupakan salah satu wilayah di Barat pulau Jawa, Indonesia yang memiliki sejarah yang cukup berpengaruh karena memiliki riwayat Kesultanan Banten.

Sejarahnya sendiri kemudian memunculkan entitas tersendiri berwujud seni kain yang indah. Keindahannya memang terbilang unik karena kaya akan filosofi dimana ada sebuah kisah dari setiap motifnya.

Selain itu beberapa motif juga ada yang diambil dari bahasa ilmiah atau toponim mengenai nama suatu tempat, arti, penggunaannya, dan tipologi.

Mengenal Kesultanan Banten

Kesultanan Banten yang merupakan salah satu kerajaan Islam di Nusantara berdiri sekitar tahun 1552 Masehi. Sebelum berdirinya kesultanan Banten ini ada penaklukkan yang dilakukan oleh Kesultanan Cirebon dan Demak pada kawasan pelabuhan di pesisir barat Pulau Jawa Indonesia untuk mengatisipasi terealisasinya perjanjian antara kerajaan Sunda dan Portugis tahun 1522 Masehi.

Maulana Hasanuddin yang berperan dalam penaklukan tersebut kemudian membangun benteng pertahanan Surosowan (tahun 1600 Masehi) di kawasan Banten Lama. Di benteng inilah kemudian berkembang pusat pemerintahan Kesultanan yang mampu bersaing dengan kerajaan lain.

Kejayaan dan Keruntuhan Kesultanan

Kesultanan bertahan mencapai hampir 3 abad bahkan mencapai masa kejayaan bersamaan ketika para penjajah Eropa datang. Namun karena adanya perang saudara, persaingan perdagangan dan memperebutkan sumber daya serta ketergantungan pada persenjataan, membuat Kesultanan melemah.

Akhirnya di tahun 1813 Masehi, secara politik Kesultanan harus runtuh setelah Benteng Surosowan di hancurkan. Saat periode akhirnya, para Sultanpun statusnya tidak lebih dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.

Sejarah Batik Banten

Kita tidak melepaskan diri dengan riwayat Kerajaan atau Kesultanan Banten. Tradisi membatik memang muncul pada masa kesultanan di abad ke-17.

Saat itu muncul sebuah istilah yang populer yaitu selimut atau simbut. Simbut ini menurut tokoh seperti Uke Kurniawan, juga dikenal oleh orang Belanda yang datang dengan sebutan Brooven Rim Rood atau selimut Van Bantam.

Di masa yang sama, teori lain menyatakan bahwa tradisi ini berasal bangunan arkeologis pada masa keyaaan pemerintahan Sultan Maulana Hassanudin. Ketika itu dilakukan penelitian pada tahun 2003 yang didukung oleh Pemerintah Daerah dalam upaya menginvetarisasi budaya lama.

Penelitian dan penggambaran motif mendapatkan bahwa tidak diaplikasikan pada kain namun diterapkan pada bangunan, baik istana, mesjid atau bangunan lainnya.

Salah satu bangunan yang menjadi bukti penerapan di awal mula kemunculannya adalah Benteng Surosowan. Proses ekskavasi di Benteng Surosowan yang dilakukan tim arkeolog didapati temuan pecahan gerabah dan keramik dengan menggunakan unsur motif yang sangat berbeda dengan unsur motif di daerah lain.

Temuan gerabah dengan motif ini juga ditemukan di kawasan Banten Girang. Temuan gerabah ini terbilang menarik karena mempunyai 75 ragam hias yang kemudian diterapkan pada sebuah kain.

Mengenal Uke Kurniawan

Bicara tentang Batik Banten ini kita memang tidak bisa melepaskan sosok Uke Kurniawan. Uke Kurniawan sendiri adalah pelestari, pemilik butik dan penggagas sekaligus wakil ketua tim peneliti.

Ketertarikan Uke dimulai pada tahun 1983 ketika dirinya masih berdinas sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Setelah Uke pensiun PNS, barulah dirinya benar-benar fokus menekuninya.

Untuk menggali motif ini Uke mengkaji temuan purbakala UI dari reruntuhan Kesultanan. 75 ragam hias motif temuan purbakala UI ini kemudian salah satunya dipatenkan oleh Uke di tahun 2004.

Dalam kegiatan bisnisnya, Uke membuka butik dengan modal awal Rp 100 juta. Dalam perkembangannya, Uke mendapatkan dana pendampingan beberapa perusahaan. Dengan ratusan karyawannya, Uke pun mampu memproduksi sekitar 600 kodi kain batik cap, tulis dan printing dengan harga terjangkau, untuk fashion pria dan wanita.

Untuk pemasarannya, Uke juga telah mampu mengekspor ke Malaysia, Korea dan Finlandia. Sayangnya kini Uke telah berpulang di usianya yang genap 60 tahun.

Pengaruh Intensitas Perdagangan

Pada masa kejayaan Kesultanan, daerah ini memang banyak dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai lokasi Nusantara dan juga luar negeri. Banyaknya pedagang yang datang ini dikarenakan dukungan kondisi geografis yang masuk dalam wilayah Selat Sunda hingga membuat munculnya pelabuhan yang dibuat cukup besar dan dapat dilalui oleh kapal melalui muara sungai Cibanten.

Selain itu peran dan pengaruh kepemimpinan dari Sultan Maulana Hassanudin juga menjadi pendukung pesatnya perdagangan. Dari intensitas tatap muka antara masyarakat asli dengan para pedagang inilah kemudian memunculkan pengaruh budaya berwujud akulturasi.

Salah satu akulturasi budaya yang kemudian diterapkan pada banyak kehidupan masyarakat adalah unsur seni rupa.

Seni Rupa Abstrak

Karena Kesultanan Banten ini merupakan kerajaan Islam maka muncul rambu-rambu keislaman yang melarang penggambaran motif mahluk hidup secara “real”. Kemudian muncul motif abstrak yang merupakan bentuk pengalihan motif “real” yang dilarang ajaran Islam.

Mengenai penerapannya disebutkan bahwa penggambaran motif abstrak ini pada awalnya dilakukan pada bangunan, baik istana, masjid atau bangunan lainnya.

Luntur dan Bangkitnya Tradisi Membatik di Indonesia

Tradisi ini mulai luntur ketika Kesultanan mengalami keruntuhan. Namun pada tahun 2002 melalui penelitian para arkeolog untuk menginventarisasi kekayaan budaya. Penelitian ini semakin solid pada tahun 2003 ketika dibentuk panitia peneliti. Penelitian ini sendiri dijalankan dengan mengambil sumber data arkeologis untuk menemukan motif khas yang dipergunakan orang masa dahulu.

Motif Batik Banten (Srimanganti, Surosowan, dllnya)

Hasil penelitian ini kemudian diserahkan dan dipresentasikan tahun 2004 dengan mengungkap temuan 75 ragam hias fragmen kreweng Banten yang berbentuk tumpal dan belah ketupat sebagai motif.

Saat ini baru 12 motif dasar yang telah diproduksi dan dipatenkan. Kedua belas motif yang telah mempunyai hak paten tersebut antara lain :

  1. Datulaya
  2. Pamaranggen
  3. Pasulaman
  4. Kapurban
  5. Pancaniti
  6. Mandalikan
  7. Pasepen
  8. Surosowan
  9. Kawangsan
  10. Srimanganti
  11. Sabakingking
  12. Pejantren

Di era modern sendiri, motifnya terus mengalami perkembangan dengan munculnya berbagai motif kategori kekinian yang memiliki pola dan warna lebih berani. Setidaknya ada lebih 200 variasi yang kini bisa kita jumpai di pasaran. Diantaranya motif srimanganti dan variasi motif pada figura sulur sulur.

Artikel lainnya: mengenal Batik Parang Kencana dan ibu Mariana Sutandi.

Mengenal Keunikan Desain

Bicara keunikan kain Batik Banten maka kita bisa mendapatinya pada motifnya yang lahir dari kearifan lokal.  Semua motif yang ada seluruhnya berkaitan erat dengan benda kuno di masa Kesultanan. Seperti misalnya temuan artefak Terwengkal hasil ekskavasi tahun 1967 yang kemudian menjadi inspirasi pola dasar desain khas.

Keunikan lain bisa kita dapati pada warna yang cenderung menggunakan abu-abu muda. Dipilihnya warna ini sendiri bukan tanpa sebab abu-abu muda mampu menunjukkan karakter orang Banten yang berkemauan keras, memiliki banyak ide dan cita-cita, temperamental, dan sederhana.

Segi filosofi, kita juga bisa mendapati keunikan nama yang diambil nama sultan atau pangeran, gelar bangsawan, nama desa dan ruang di Kesultanan.

Ciri Khas Banten

Nah berikut ini adalah karakteristik atau ciri khas yaitu :

  • Bergaris tebal.
  • Isen-isen kasar.
  • Motifnya berukuran besar.
  • Menggunakan metode cap.
  • Pola yang digunakan adalah pengulangan.
  • Warna cerah, tetapi tidak mencolok (lembut).
  • Corak berkaitan dengan Kesultanan Banten.
Was this article helpful?
YesNo